Selasa, 07 Juni 2011

ATRESIA ANI

Diposkan oleh : sumarni, S.kep, Ns
Diversi pada penyakit hirschsprung, atresia ani, masih merupakan masalah yang cukup serius di Indonesia. Seperti, contoh penyakit atresia ani yang merupakan tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm sehingga mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto, 2001). Salah satu penatalaksanaan atresia ani ini adalah dilakukan kolostomi. Kata kolostomi mungkin tidak asing lagi seiring dengan banyak pasien yang dibuatkan kolostomi ditubuhnya. Banyak hal yang menyebabkan keputusan seorang dokter bedah untuk melakukan kolostomi bagi pasienya, salah satunya adalah adanya sumbatan dibagian distal saluran cerna baik karena tumor atau hal lainnya. Kolostomi bisa memberikan kesempatan pada pasien untuk hidup dan beraktivitas layaknya manusia normal. Sehingga, kualitas hidupnya bisa lebih baik. Mungkin yang akan jadi masalah adalah bagaimana perawatan kolostomi tersebut dilakukan (Koncek, 2008).
Dalam, merawat pasien kolostomi membutuhkan ketelitian kebersihan dan kesiapan yang baik karena jika tidak maka akan menimbulkan komplikasi infeksi yang mengakibatkan penyembuhan menjadi lama bahkan bertambah parah (Bets, 2002). Disini orang tua si anak sangat berperan aktif dalam melakukan perawatan kolostomi. Bagaimana tekhnik penggantian dan pemasangan kantong kolostomi, tekhnik perawatan stoma, ataupun waktu penggantian kantong kolostomi. Kontaminasi feses Universitas Sumatera Utara
merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab terjadinya infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus sangat diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong kolostomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi.
Menurut data dari World Health Organization, dari 500 balita yang dilahirkan pada bulan juni 2010 didapat kan sekitar 250 balit yang mengalami tindakan pembedahan kolostomi dikarena kan, sejumlah balita yang didata tidak mempunyai anus atau yang sering kita dengar dengan penyakit atresia ani. (WHO, 2010)
Menurut data dari Departemen kesehatan, dari sejumlah rumah sakit yang ada dipulau jawa, didapat sebanyak 85 bayi yang lahir pada tahun 2009 tidak mempunyai anus atau atresia ani, menurut saudara setiawan yang melakukan penelitian banyak orang tua dari balit ayang tidak mempunyai anus tidak mau anak nya dilakukan pembedahan kolostomi. (Depkes RI, 2009)
Angka kejadian penyakit atresia ani pada tahun 1990-1994 di RSUP dr. M. Jamil, Padang diperoleh 36 kasus , 25 (69.4 %) bayi laki-laki dan 11 (30,6%) bayi perempuan. Dan, pada saat peneliti studi pendahuluan di ruang bedah anak RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh data bahwa, pada bulan Januari 2010 sampai bulan Maret 2010 terdapat 13 anak yang mengalami tindakan pembedahan kolostomi. Perempuan lebih banyak mengalami tindakan ini dibanding laki-laki. Perempuan berjumlah 8 anak, dan selebihnya laki-laki berjumlah 5 anak. Peneliti juga memperoleh data bahwa pada bulan Maret 2010, 3 orang tua dari anak yang mengalami tindakan kolostomi mengeluh tentang perawatan kolostomi yang benar. Karena selama ini mereka hanya melakukan perawatan kolostomi tidak berdasarkan prosedur yang baik. Tidak memikirkan apa efek samping yang dapat terjadi, bagaimana cara membuka kantung kolostomi dengan baik, membersihkan stoma, tidak tahu apa yang harus dilakukan jika kantung kolostomi sudah penuh dan tidak tahu kapan kantung kolostomi itu harus diganti. Hal ini juga diperlukan penanganan keperawatan dalam pemberian pelatihan perawatan kolostomi. Data yang saya peroleh dari perawat yang bekerja di ruang bedah anak RSUP H. Adam Malik Medan hanya 3 dari 11 perawat yang bekerja di RB2 anak yang mengajarkan perawatan kolostomi kepada orang tua yang memiliki anak dengan kolostomi permanen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar